Translate

Jumat, 29 Januari 2016

Tradisi Masak Bakar Batu (Orang Papua) Di Mojowarno - Jombangkab.go.id

Mitra Jombang - Warga Papua Barat menampilkan tradisi bakar batu atau barapen dalam Festival Prakarsa Rakyat (FPR) di lapangan Desa/Kecamatan Mojowarno, Jombang, Selasa (19/11/2013).

Ritual tersebut dinamakan bakar batu karena untuk memasak semua makan yang ada menggunakan batu yang telah dibakar sebelumnya hingga merah membara. Selanjutnya, bahan-bahan makanan yang berasal dari alam seperti daging, sayur, dan juga umbi-umbian dibungkus dengan daun pisang dan disusun rapi di atas batu panas tersebut.

Setelah itu, seluruh permukaan batu ditutup menggunakan daun pisang.
Tumpukan batu dan makanan ini kemudian dibungkus dengan daun pisang hingga tertutup rapat. Gunanya, untuk menjaga agar suhu panas dari batu-batu tersebut tidak keluar. Proses ini memakan waktu hingga dua jam sampai makanan benar-benar siap untuk dikonsumsi.

Sebelum memulai tradisi ini, beberapa warga Papua mengenakan pakaian adat. Di kepala mereka bertengger mahkota berhias bulu burung cenderawasih. Badan mereka dibiarkan telanjang, sedangkan bagian bawah menggunakan penutup dari rumbai-rumbai daun ilalang. Tidak lupa, mereka mencoret-coret tubuh dan wajah dengan cat warna putih bernada etnis. Sedangkan di tangan mereka memegang alat musik mirip gendang atau biasa disebut tifa.

Batu-batu yang sudah menumpuk di hadapan mereka kemudian ditimbuni kayu kering. Tak lama kemudian, salah satu dari pria berambut keriting itu memantik hingga muncul kobaran api. Nah, saat itulah warga Papua ini menari dan menyanyi mengelilingi api tersebut. Tarian etnis itu terus dilakukan hingga batu yang dibakar benar-benar merah membara. Baru setelah itu seluruh makanan seperti daging ayam, umbi-umbian, serta daun pepaya dimasukkan ke dalam batu panas.

Begitu makanan matang, daun pembungkus dilepaskan dan batu yang ditumpuk disingkirkan sehingga tersisa hanya makanan yang telah masak. Seluruh bahan makanan itu kemudian dimasukan ke dalam wadah dan siap untuk disantap. "Rasanya nikmat meski dalam memasak tidak menggunakan bumbu. Ini lebih alami," kata Yahya Bonsapia, salah satu warga Papua usai melakukan ritual barapen.

Alfius Mirino, Ketua DKR (Dewan Kesenian Raja Ampat) Papua Barat, mengatakan, tradisi barapen berlaku secara turun temurun di masyarakat Papua. Tradisi tersebut biasanya digelar untuk peringatan acara-acara tertentu. Semisal, pesta pernikahan, pelantikan kepala suku, serta tradisi mencukur rambut.

"Barapen juga digunakan untuk merayakan kemenangan saat perang antar suku. Tapi itu dulu, waktu masih ada pertikaian antar suku. Hingga saat ini tradisi tersebut masih kita pelihara, semisal saat pelantikan bupati, atau saat pesta pernikahan" kata Alfius yang juga pemimpin rombongan.

Karena tardisi tersebut unik, maka tidak heran penampilan rombongan Papua dalam ajang FPR tersebut mampu menyedot ratusan pengunjung. Selian minta foto bersama, para pengunjung juga diajak menikmati makanan yang dimasak menggunakan batu tersebut. "Bagi saya, ini pertama kali bisa menyaksikan tradisi warga Papua secara langsung. Sebelumnya hanya lewat televisi," kata Yayuk (42), warga Mojowarno, sembari menyantap hasil masakan Papua.

Hilmar Farid, Ketua Perkumpulan Praxis mengatakan, format FPR dipilih sebagai ajang pertukaran gagasan dan pengalaman lintas etnis. Simpul-simpul Praxis dari berbagai wilayah menampilkan budaya asli daerahnya masing-masing. Semisal, lanjut Hilmar, dari Papua menampilkan barapen, dari Aceh menampilkan tradisi tutur, dari Jawa Timur mengetengahkan jaranan dor atau kuda lumping.

"Bukan itu saja, mereka juga menginap dan beraktifitas di rumah penduduk Mojowarno. Dengan pendekatan ini akan terbangun kerjasama, solidaritas, transfer pengetahuan dan budaya secara langsung antar pratisipan maupun masyarakat setempat," pungkas aktivis gerakan sosial yang juga sejarawan, ini.


sumber: beritajatim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Populer